3 Strategi Kunci Penerapan Creating Shared Value (CSV)

3 Strategi Kunci Penerapan Creating Shared Value (CSV)

Istilah Corporate Social Responsibility (CSR) tentu tidak asing lagi di telinga para pengusaha. Khusus di BUMN, program ini biasanya disebut dengan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL). Baik CSR maupun TJSL, keduanya merupakan bentuk tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat luas.

Namun, para pakar merasa bahwa CSR perlu didefinisikan ulang. Isu sosial tidak boleh lagi berseberangan dengan aktivitas perusahaan. Sebaliknya, operasional bisnis harus  pula mengembangkan hubungan mendalam dengan kesejahteraan sosial.

Karena itu, berkembanglah teori Creating Shared Value (CSV).

Konsep ini diperkenalkan pertama kali oleh Michael Porter dan Mark Kramer pada 2016 dalam artikel bertajuk ‘Harvard Business Review’. CSV kemudian dibahas kembali dalam artikel ‘Creating Shared Value’ pada 2011

Dalam artikel tersebut, keduanya mendefinisikan CSV sebagai kebijakan dan praktik yang meningkatkan daya saing perusahaan sekaligus kondisi masyarakat di lokasi perusahaan beroperasi. Kegiatan tersebut berfokus pada upaya mengidentifikasi, mengintegrasikan, serta memperluas hubungan sosial dan ekonomi.

Untuk mengimplementasikan CSV secara optimal, perusahaan setidaknya perlu menjalankan 3 strategi kunci. Berikut ulasannya!

1. Reconceiving Product and Market

Melalui langkah ini, perusahaan dapat memusatkan perhatian pada pemenuhan kebutuhan yang mudah diakses oleh seluruh elemen masyarakat. Contohnya, membuat inovasi produk yang bisa dijangkau oleh masyarakat ekonomi menengah ke bawah, tetapi tetap menghasilkan profit pula.

Di samping itu, perusahaan secara rutin perlu menganalisis apakah produk maupun layanan yang selama ini ditawarkan benar-benar bermanfaat, bernilai, dan dibutuhkan oleh mayoritas masyarakat.

2. Redefining Productivity in Value Chain

Perusahaan perlu bertanya, apakah bisnisnya secara simultan dapat meningkatkan produktivitas serta kemampuan sosial, lingkungan, dan ekonomi dari segi value chain.

Produktivitas dapat ditingkatkan dengan meminimalkan risiko serta memitigasi persoalan sosial maupun kondisi eksternal. Upaya mendongkrak produktivitas ini tentu melibatkan seluruh pihak. Mulai dari sumber daya, pemasok, dan karyawan.

3. Local Cluster Development

Menciptakan inovasi sekaligus mendorong produktivitas di segala sektor pastinya sulit diwujudkan sendiri. Perusahaan juga bergantung pada faktor eksternal, seperti lokasi bisnisnya, keberadaan supplier, penyedia jasa, serta infrastruktur logistik.

Atas dasar itulah, perusahaan semestinya mengembangkan klaster industri pendukung di sekitar lokasi. Porter dan Kramer juga meminta perusahaan untuk memperbaiki lingkungan eksternal, berinvestasi dalam kesejahteraan masyarakat, dan memperkuat ekonomi warga setempat.

***

CSV Dorong Kemandirian

Laba yang diperoleh perusahaan sembari melibatkan masyarakat dengan perusahaan yang mengabaikan dimensi sosial tentulah berbeda.

Perusahaan yang menerapkan CSV bukan hanya meningatkan nilai-nilai kompetitif usaha, melainkan secara bersamaan mendorong kemandirian masyarakat secara berkelanjutan.

Kehadiran konsep CSV diharapkan dapat memberantas kemiskinan dan kelaparan, meningkatkan kesehatan, menjamin daya dukung lingkungan hidup, serta meningkatkan kemitraan global untuk pembangunan.

Belum Memiliki Sertifikat Halal? Begini Cara Mendapatkannya!

Belum Memiliki Sertifikat Halal? Begini Cara Mendapatkannya!

Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar, mayoritas masyarakat Indonesia cenderung memilih produk yang jelas kehalalannya. Hal ini membuat produk berlogo halal lebih banyak diminati konsumen.

Terlebih, dengan berlakunya UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, produk tertentu yang dipasarkan di Indonesia wajib memiliki sertifikat halal. Pemerintah juga telah meluncurkan Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2021 dalam upaya mempercepat proses sertifikasi halal di Indonesia.

Ingin mendapatkan sertifikasi halal? Berikut 7 tahapan yang harus dilalui beserta persyaratannya!

1. Memahami dan Mengikuti Pelatihan Sertifikasi Sistem Jaminan Halal (SJH)

Perusahaan maupun UMKM yang hendak mengajukan sertifikasi halal harus memahami isi dari Halal Assurance System (HAS) 23000. Di dalamnya terdapat 11 kriteria Sistem Jaminan Halal yang wajib dipenuhi terlebih dahulu. Tidak terkecuali kewajiban mengikuti pelatihan dari LPPOM MUI. Informasi lebih lengkap mengenai HAS 23000 dapat diakses melalui link berikut: HAS 23000.

2. Menerapkan Sistem Jaminan Halal

Setelah mengenal dan memahami kriteria SJH di dalam HAS 23000, selanjutnya pemohon diharuskan menerapkan sistem tersebut. Mulai dari pembentukan Tim Manajemen Halal, melaksanakan internal audit, hingga menyiapkan segala prosedur yang berhubungan dengan SJH.

3. Melakukan Pendaftaran dan Menyiapkan Dokumen Sertifikasi Halal

Kabar baik, mengurus sertifikasi halal dapat dilakukan secara online. Pendaftaran pengajuan sertifikasi halal dapat dilakukan dengan langkah-langkah di bawah ini:

  • Melakukan pendaftaran secara online melalui situs https://ptsp.halal.go.id.
  • Melengkapi data yang diminta, termasuk status sertifikasi yang diajukan (apakah pengajuan baru, pengembangan, atau perpanjangan).
  • Mengisi status SJH jika ada, memilih kelompok produk yang akan disertifikasi, dan melengkapi berkas-berkas lain yang diminta.
  • Melengkapi dan mengunggah dokumen. Di antaranya, daftar produk, daftar bahan dan dokumen bahan, daftar penyembelihan (khusus RPH), matriks produk, manual SJH, diagram alur proses, daftar alamat fasilitas produksi, bukti sosialisasi kebijakan halal, bukti pelatihan internal, serta bukti audit internal.
  • Jangan lupa mengecek kelengkapan berkas.

4. Melakukan Monitoring Pre-Aduit dan Membayar Biaya Akad

Laksanakan monitoring secara rutin untuk memastikan seluruh data yang diunggah telah sesuai. Berikutnya, segera membayar biaya pendaftaran dan akad melalui bendahara LPPOM MUI. Biaya ini mencakup fee audit, biaya penilaian implementasi Sistem Jaminan Halal, ongkos sertifikasi, serta biaya terkait kebutuhan publikasi di Jurnal Halal.

Untuk melakukan pembayaran, silakan mengundung dokumen akad di aplikasi Cerol. Bayarlah sesuai jumlah yang tertera, lalu melakukan penandatanganan akad. Terakhir, dapatkan persetujuan bendahara LPPOM MUI dengan menghubungi via email bendaharalppom@halalmui.org.

5. Proses Audit

Memasuki tahap ini, LPPOM MUI akan melakukan audit di semua fasilitas yang berhubungan dengan proses produksi dari barang/produk yang akan disertifikasi. Termasuk bagian dapur maupun tempat penyembelihan jika ada.

6. Monitoring Pasca-Audit

Setelah proses audit selesai, pastikanlah bahwa hasil audit sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Tidak kurang dan tidak dilebih-lebihkan. Monitoring ini bertujuan agar pemohon dapat segera melakukan perbaikan apabila ada ketidaksesuaian pada hasil audit.

7. Mendapatkan Sertifikat Halal

Alhamdulillah, semua proses telah dilalui dan kini sertifikat halal berhasil diperoleh. Pemohon dapat mengunduh sertifikat halal melalui menu download. Jika membutuh versi cetaknya, pemohon bisa meminta agar sertifikat tersebut dikirimkan ke alamat rumah atau perusahaan.

Umumnya, proses pengajuan sertifikasi halal memakan waktu sekitar 21 hari. Terhitung sejak pemohon mendaftarkan pengajuan sampai sertifikat halal keluar.

Berapa biaya yang dibutuhkan?

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 57/PMK.05/2021 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Penyelengaraan Jaminan Produk Halal pada Kementerian Agama menyebut, biaya sertifikasi produk halal di BPJPH sekitar Rp300 ribu – Rp5 juta. Namun untuk pelaku UMKM, tarifnya menjadi Rp0 alias GRATIS.

 

Bio Farma Gandeng ID Food Gelar Seminar Wirausaha Muda Syariah

Bio Farma Gandeng ID Food Gelar Seminar Wirausaha Muda Syariah

PT Bio Farma (Persero) menggaet PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) atau ID Food untuk menyelenggarakan Seminar Nasional Wirausaha Muda Syariah (WMS) Berbasis Halal Tahun 2021, Kamis (3/2/2022).

Acara yang diadakan secara hybrid itu memiliki tema  “Pengembangan Ekonomi Syariah Kepada Wirausaha Muda dalam Mendukung Keberlanjutan dan Kemandirian”.

Seminar dibuka dengan sambutan dari Wakil Menteri 1 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pahala Mansury. Dilanjutkan oleh SEVP Human Capital Compliance PT Bio Farma (Persero) Disril Revolin serta Direktur Utama ID Food Arief Prasetyo Adi.

Masuk ke sesi utama, materi seminar diawali motivasi dari Edvan M Kautsar mengenai growth mindset.

“Bahkan diibaratkan kalau kita seorang pelari, sekalipun kehilangan kaki, tapi kalau kita ingat alasan-alasan besar atau big why dalam hidup kita, kita akan tetap berlari sekalipun kita tak memiliki kaki,” ujarnya saat menyampaikan materi bertajuk Menjadi Seorang Entrepreneur Sukses dengan Growth Mindset.

Berikutnya, seminar berturut-turut diisi oleh Shanty Apriyanti Leksono yang membawakan materi Mewujudkan Bisnis Syariah yang Profitable dan Sustainable, Sheyla Taradia Habib dengan materi Membangun dan Mengoptimalkan Branding Produk & Jasa.

Selanjutnya ada A Umar yang menyampaikan perihal Menjamin Aspek Kehalalan pada Produk dan Jasa Usaha, serta Karunia Ika yang menyajikan materi Cara Mudah dan Praktis Mendapatkan Sertifikat PIRT.

Seminar yang diselenggarakan di Auditorium Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FBE) Universitas Indonesia ini disiarkan pula secara langsung lewat platform Zoom serta channel Youtube Bio Farma dan ID Food Official.

Sebanyak lebih dari 4.500 peserta dari kalangan mahasiswa dan UMKM menghadiri seminar ini, yang kemudian ditutup dengan sosialisasi mengenai Kompetisi Wirausaha Muda Syariah.

Para peserta yang mendaftar kompetisi tersebut nantinya akan memperebutkan hadiah berupa pengurusan PIRT dan sertifikat halal MUI gratis dari BUMN.